Kumpulan Informasi Penting Untuk Indonesia

NPWP Istri : Apakah ikut suami ataukah harus punya sendiri?

Ilustrasi : NPWP Wanita Kawin atau Istri

Salah satu masalah NPWP yang sering menjadi tanda tanya di masyarakat kita adalah tentang kepemilikan NPWP bagi wanita kawin atau istri. Kami di Seksi Ekstensifikasi Perpajakan sering sekali menemui Wajib Pajak yang belum jelas benar tentang NPWP bagi wanita kawin atau istri.

Pada prinsipnya sistem administrasi perpajakan di Indonesia menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, bahwa penghasilan dan kerugian istrinya juga nanti digabungkan dengan penghasilan suaminya (Pasal 8 UU PPh), sehingga dalam satu keluarga hanya terdapat satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yaitu NPWP suami, dalam arti istri ikut NPWP suami. Namun demikian, istri dapat memiliki NPWP sendiri bila hidup berpisah atau melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. Istri juga dapat ber-NPWP sendiri bila memang berkehendak demikian. 

Biar makin jelas mari kita lihat PP 74 Tahun 2011. Pada Pasal 2 ayat (3) PP 74 Tahun 2011 tersebut ditegaskan bahwa, wanita kawin yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tetapi tidak hidup berpisah atau tidak melakukan perjanjian pisah harta, maka hak dan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan hak dan kewajiban suaminya. Dengan demikian, terhadap wanita kawin yang tidak dikenai pajak secara terpisah, pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan suami sebagai kepala keluarga atau dengan kata lain, NPWP sang istri ikut NPWP suaminya. 

Bagaimana bila sebelum menikah istri sudah punya NPWP ?

Dalam hal ini wanita kawin telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sebelum kawin, wanita kawin tersebut harus mengajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dengan alasan bahwa pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya. Dengan demikian jelaslah bahwa NPWP istri bisa dihapuskan bila menikah.

Bagaimana bila wanita kawin ingin mempunyai NPWP sendiri?

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pada dasarnya wanita kawin yang tidak hidup terpisah atau tidak melakukan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta secara tertulis, melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya dengan menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak atas nama suaminya. Namun demikian, dalam hal wanita kawin ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah dari suaminya, maka wanita kawin tersebut harus mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak.

Pada Per-20/PJ/2013 Pasal 2 ayat (3) juga menegaskan bahwa wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim, menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta atau memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya meskipun tidak terdapat keputusan hakim atau tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, harus mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak. 

Tidak termasuk dalam pengertian hidup terpisah adalah suami istri yang hidup terpisah antara lain karena tugas, pekerjaan, atau usaha. Sebagai contoh : Suami istri berdomisili di Bandung. Karena suami bekerja di Jakarta, yang bersangkutan bertempat tinggal di Jakarta sedangkan istri bertempat tinggal di Bandung.

Dalam hal wanita kawin yang ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah dari kewajiban perpajakan suaminya dan ia telah memiliki NPWP sebelum kawin, maka NPWP yang telah dimiliki sebelum kawin tersebut digunakan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan secara terpisah dari suaminya, sehingga wanita kawin tersebut tidak perlu mendaftarkan diri lagi untuk memperoleh NPWP.

Berikut contoh sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan Pasal 2 ayat (4) PP 74 Tahun 2011:

Bapak Bagus yang telah memiliki NPWP 12.345.678.9-XXX.000 menikah dengan Ibu Ayu yang belum memiliki NPWP. Ibu Ayu  memperoleh penghasilan dan ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah dari suaminya. Oleh karena itu, Ibu Ayu harus mendaftarkan diri ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk memperoleh NPWP dan diberi NPWP baru dengan nomor 98.765.432.1-XXX.000.

Lisa memperoleh penghasilan dan telah memiliki NPWP dengan nomor 56.789.012.3-XYZ.000. Lisa kemudian menikah dengan Hengki yang telah memiliki NPWP 78.901.234.5-XYZ.000. Apabila Lisa setelah menikah memilih untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah  dari suaminya, maka Lisa tidak perlu mendaftarkan diri lagi untuk memperoleh NPWP dan tetap menggunakan NPWP 56.789.012.3-XYZ.000 dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.

Pendaftaran Anak


Sesuai dengan Pasal 8 ayat 4 Undang-undang PPh, Penghasilan anak yang belum dewasa (<18 Tahun) digabung dengan penghasilan orang tuanya. Penghasilan tersebut dari manapun sumbernya masuk ke dalam penghasilan ayahnya sebagai kepala keluarga. Lalu kalau ada kredit pajak segala macam bisa diperhitungkan sebagai kredit pajak SPT Tahunan ayahnya. Jadi anak belum dewasa tidak perlu melakukan permohonan pendaftaran NPWP

Kategori Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP)

a. Orang Pribadi (Induk), yaitu terdiri dari Wajib Pajak belum menikah, dan suami sebagai kepala keluarga;
b. Hidup Berpisah (HB), yaitu suami-istri telah hidup berpisah berdasarkan keputusan pengadilan yang memiliki hak dan kewajiban perpajakan sendiri;
c. Pisah Harta (PH), yaitu suami-istri mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis;
d. Memilih Terpisah (MT), yaitu wanita kawin yang menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami; dan
e. Warisan Belum Terbagi (WBT) sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak, yaitu ahli waris.

Form Pendaftaran NPWP OP, Wanita hanya memilih kategori nomor 2, 3, 4


Pada Form Pendaftaran Wajib Pajak Orang Pribadi dan Aplikasi e-registration, kategori untuk isteri yang ingin memiliki NPWP adalah PH pisah harta, dan MT Memilih terpisah

Lalu dokumen apa saja yang harus dilampirkan untuk memperoleh NPWP bagi wanita kawin?

1. Formulir Pendaftaran Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah diisi dengan benar dan lengkap
2. WP OP yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas :

  • fotokopi KTP bagi WNI; atau
  • fotokopi paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), bagi WNA

3. WP OP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas :

  • fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi Warga Negara Indonesia, atau fotokopi paspor, fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), bagi Warga Negara Asing, dan fotokopi dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa atau lembar tagihan listrik dari Perusahaan Listrik/ bukti pembayaran listrik; atau
  • fotokopi e-KTP bagi Warga Negara Indonesia dan surat pernyataan di atas meterai dari Wajib Pajak orang pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan benar-benar menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

4. Wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena menghendaki secara  tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, dan wanita kawin yang memilih melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya secara terpisah

  • fotokopi Kartu NPWP suami;
  • fotokopi Kartu Keluarga; dan
  • fotokopi surat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, atau surat pernyataan menghendaki melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami.
Nah, bagaimana dengan Anda? Memiliki NPWP sendiri atau memilih ikut NPWP suami?

Tag : npwp
Back To Top