Murahnya harga rokok dinilai menjadi
penyebab tingginya jumlah perokok di Indonesia. Dengan harga rokok di
bawah Rp 20.000, orang yang kurang mampu dan anak-anak usia sekolah
tidak keberatan mengeluarkan uang untuk membeli rokok.
Untuk itu, menurut Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany,
harga rokok seharusnya dinaikkan setidaknya menjadi dua kali lipat.
"Dengan menaikkan harga rokok, dapat menurunkan prevalensi perokok,
terutama pada masyarakat yang tidak mampu," ujar Hasbullah dalam acara
3rd Indonesian Health Economics Association (InaHEA) Congress di
Yogyakarta.
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Hasbullah dan rekannya, sejumlah
perokok pun akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan dua kali
lipat. Survei dilakukan terhadap 1.000 orang melalui telepon dalam kurun
waktu Desember 2015 sampai Januari 2016.
"Sebanyak 72 persen bilang akan berhenti merokok kalau harga rokok di atas Rp 50.000," ungkap Hasbullah.
Hasil studi juga menunjukkan, 76 persen perokok setuju jika harga rokok
dan cukai dinaikkan. Hasbullah mengatakan, strategi menaikkan harga dan
cukai rokok pun sudah terbukti efektif menurunkan jumlah perokok di
beberapa negara.
Harga rokok di Indonesia memang paling murah dibanding negara lain. Di
Singapura, misalnya, harga sebungkus rokok bisa mencapai Rp 120.000. Di
Indonesia, hanya Rp 12.000 sudah bisa mendapat satu bungkus rokok.
Tingginya jumlah perokok di Indonesia meningkatkan beban ekonomi karena banyak masyarakat yang sakit-sakitan.
Sedangkan peningkatan harga rokok dan cukai pun bisa meningkatkan
pendapatan negara. Pendapatan itu bisa digunakan untuk kesehatan.
"Kalau rokok dinaikkan dua kali lipat jadi Rp 50.000, paling tidak ada
tambahan dana 70 triliun untuk bidang kesehatan," lanjut Hasbullah
Sumber : jelajahsehat.com
Tag :
Berita