Kumpulan Informasi Penting Untuk Indonesia

UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) Kabupaten/Kota Provinsi Banten Tahun 2016


Gubernur Banten Rano Karno menetapkan besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) delapan daerah di Banten, dengan mengacu pada PP No 78 Tahun 2015 tentang sistem pengupahan.

"Sudah ditetapkan kemarin. Ya tidak cara lain harus dengan PP itu, kita ini kan pemerintah provinsi sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat," kata Rano Karno di Serang, Senin (23/11).

Penetapan UMK di delapan kabupaten/kota tersebut, tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Banten No. 561/Kep.519-Huk/2015 tentang Penetapan upah minimum kabupaten/kota se-Provinsi Banten. Meski gelombang aksi buruh menentang, ketetapan gubernur tersebut tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dalam daftar UMK 2016 tersebut, Kota Cilegon tercatat menjadi daerah dengan nilai UMK tertinggi, sedangkan terendah yaitu Kabupaten Lebak.
Gubernur Banten Rano Karno mengatakan, bagaimanapun seluruh pihak harus taat asas. PP yang diterbitkan tersebut untuk kepentingan yang lebih luas dalam aspek kesejahteraan para pekerja/buruh, sehingga harus dipahami secara lebih mendalam bahwa upah minimum itu diterbitkan sebagai garis pengaman untuk upah yang akan diformulasikan oleh perusahaan dalam menyusun skala upah untuk masih-masing pekerja.

Berdasarkan data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten, UMK 2016 tertinggi yaitu Kota Cilegon dengan nilai Rp3.078.057,85, diikuti Kota Tangerang di posisi kedua yakni sebesar Rp3.043.950, selanjutnya Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan dengan nilai sama yakni Rp3.021.650. Lalu, Kabupaten Serang sebesar Rp3.010.500, Kota serang Rp2.648.125, Kabupaten Pandeglang Rp1.999.981, dan Lebak dengan nilai Rp 1.965.000.

Kepala Disnakertrans Provinsi Banten, Hudaya Latuconsina mengatakan, ketetapan Gubernur tersebut mengacu kepada PP 78/2015 tentang Pengupahan. Meski ada Bupati dan wali Kota, yang menyampaikan rekomendasinya melebihi angka-angka yang tidak sesuai formulasi pada PP 78 Tahun 2015.

Menurut Hudaya, dari aspek lain, seperti halnya tunjangan masa kerja, jaminan kesehatan, jaminan ketenagakerjaan, jaminan pensiun, dan lain sebagainya, termasuk insentif lemburnya, harus dikawal oleh para serikat pekerja bukan pada pembatalan PP nya.

Hudaya mengatakan, dalam PP 78 ditegaskan bahwa setiap perusahaan wajib menjalankan ketentuan itu. Perusahaan yang tidak menjalankannya bisa dikenakan sanksi, mulai teguran tertulis sampai dengan pembekuan izin usahanya.

"Jadi sesungguhnya perjuangan para pekerja yang harus dilakukan sekarang adalah bagaimana secara Bipartit membuat skala upah yang manusiawi bersama pihak perusahaan, agar tujuan menuju pekerja sejahtera tercapai," kata Hudaya.

Ia mengatakan, pada 19 November 2015 diadakan rapat kepala disnaker provinsi se-Indonesia dengan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhahiri, serta utusan Kementerian Dalam Negeri RI. Dalam pertemuan itu ditegaskan bahwa keputusan atau peraturan Gubernur yang menetapkan UMK tidak sesuai prinsip PP 78/2015, oleh Kementerian Dalam Negeri akan dibekukan/dibatalkan, sehingga UMK menggunakan UMK 2015.

Sumber : transkerja.com
Back To Top